Pengalihan pekerjaan bukan bisnis inti ke pihak di luar perusahaan untuk waktu tertentu kini semakin meluas demi efisiensi. Akan tetapi, pengguna jasa yang lebih mengedepankan biaya murah tanpa memikirkan kualitas kerja dan kesejahteraan pekerja kontrak membuat implementasi sistem kerja kontrak buruk.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar dalam sambutan tertulis yang dibacakan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Jakarta, Kamis (11/3), mengatakan, metode perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dibutuhkan untuk membuat perusahaan efisien berusaha, tetapi harus menjamin hak-hak buruh.
Wakil Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Iftida Yasar dalam seminar bertajuk ”Solusi Strategis dan Implementasi Outsourcing 2010” yang diselenggarakan Forum Kajian Manajemen PPM Manajemen mengungkapkan, citra negatif sistem kerja kontrak muncul karena ulah pengguna jasa.
Perusahaan besar yang sebenarnya mampu membayar tinggi pekerja kontrak sesuai standar kerja mereka malah mencari penawaran paling murah. Hal ini membuat perusahaan pemasok pekerja kontrak kewalahan.
”Perusahaan-perusahaan besar jangan menggencet perusahaan outsourcing (mencari penawaran termurah). Mereka, kan, punya kemampuan membayar (pekerja kontrak) dengan standar yang tinggi,” kata Iftida, yang juga penasihat Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (Abadi).
Abadi beranggotakan 62 perusahaan dengan sedikitnya 80.000 pekerja kontrak yang selama ini memasok pekerja berdasarkan PKWT. Sistem kerja kontrak diatur dalam Undang-Undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Namun, pengawasan yang lemah pada sistem kerja kontrak membuat nasib pekerja kian terpuruk. Mereka tidak punya masa depan yang jelas karena kapan saja dapat kehilangan pekerjaan.
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Rekson Silaban mengungkapkan, penggunaan tenaga kerja dengan rentang waktu pendek sebenarnya merugikan perusahaan. Manajemen juga harus mengeluarkan biaya penerimaan dan pelatihan pekerja baru.
Rekson mengusulkan agar ada pengawasan khusus pelaksanaan kerja kontrak yang melibatkan pengusaha, serikat buruh, dan pemerintah. ”Harus didorong pekerja kontrak digaji lebih tinggi dari karyawan tetap sehingga mereka bisa merencanakan masa depan,” kata Rekson.